Penulis: Umar Alhabsyi, ST, MT, CISA, CRISC, COBIT 2019.
Dogbert: “You’ve got to implement a six sigma program or else you’re doomed”
Dilbert’s boss: “Aren’t you the same consultant who sold us the worthless TQM program a few years ago?”
Dogbert: “I assure you that this program has a totally, totally different name”
Dilbert’s boss: “When can we start?”
MILLENNIA-SOLUSI.ID–Percakapan Dogbert dan boss nya Dilbert di atas mungkin mewakili kebingungan (tentu dengan cara satir khasnya) banyak kalangan dari mulai pemilik bisnis, manajemen, sampai dengan staf. Mereka tahu bahwa Sistem Manajemen Kinerja itu penting dan diperlukan buat organisasinya. Tapi mereka bingung begitu banyak framework yang ditawarkan, begitu banyak yang populer dengan masing-masing menonjolkan kekuatan dan kisah suksesnya. Konsultan ataupun marketing yang sama dapat menawarkan framework yang berbeda-beda kepada klien yang sama. Pertanyaan mana yang lebih baik, mana yang lebih cocok, apa bedanya yang satu dengan yang lainnya, seringkali tidak mendapatkan jawaban yang memadai apalagi memuaskan.
Sebenarnya bagaimana sih?
Kesuksesan sebuah organisasi dalam mencapai visi yang dicita-citakan sangat dipengaruhi oleh strategi bisnis yang ditetapkan. Penetapan visi dan strategi organisai yang tepat dan jelas tak dapat dipungkiri merupakan sebuah kunci sukses sebuah organisasi. Namun demikian memiliki strategi yang tepat dan jelas saja tidaklah cukup. Kemampuan organisasi untuk mengeksekusi strategi tersebut adalah hal yang justru lebih penting dibanding strategi itu sendiri. Sistem yang didesain untuk mengelola eksekusi strategi organisasi, yang mengelola transformasi dari rencana menjadi hasil, disebut juga Sistem Manajemen Kinerja. Mengenai pengertian kinerja bisa dirujuk ke tulisan saya sebelumnya di sini.
Mengingat pentingnya Sistem Manajemen Kinerja ini, maka banyak kerangka kerja (framework) dengan berbagai pendekatan coba didesain untuk membantu organisasi dalam mengelola pengeksekusian strateginya secara optimal. Beragam pendekatan digunakan untuk mendesain kerangka kerja tersebut, yang kurang lebih dapat dikelompokkan ke dalam kategori sebagai berikut:
1. Pendekatan yang dominan berorientasi finansial
2. Pendekatan yang dominan berorientasi proses
3. Pendekatan yang multi-perspektif dengan fokus utama pada keselarasan strategis
Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan klasik yang banyak digunakan oleh organisasi dulu, yang intinya bahwa baik/buruknya kinerja sebuah organisasi itu ukurannya adalah kinerja finansialnya. Jika sebuah perusahaan untung besar, maka perusahaan tersebut disebut perusahaan berkinerja bagus. Walaupun mungkin saja pada tahun berikutnya, perusahaan tersebut ambruk.
Oleh karena pendekatan pertama tersebut –walaupun penting—tapi sering miss-leading, antara lain karena kurangnya perhatian pendekatan tersebut terhadap proses yang terjadi dalam pengelolaan organisasi, maka kemudian muncullah framework-framework baru yang berorientasi kepada kesempurnaan proses, sebutlah misalnya framework Total Quality Management (TQM) atau Six-Sigma. Para pengusung framework dengan pendekatan ini memiliki premis bahwa jika proses yang berlaku dalam pengelolaan organisasi itu dapat dijaga kualitas dan kinerjanya, maka pada gilirannya kinerja seluruh organisasi akan dapat pula menjadi baik. Walaupun mungkin dalam perjalanannya menuju penyempurnaan proses tersebut, dari perspektif finansial organisasi tersebut tidak bagus.
Dalam perjalanannya pendekatan yang berorientasi pada proses ini juga menuai kritik. Hal ini karena fakta yang didapat bahwa keitka sebuah organisasi terlalu perhatian pada hal detail (proses), seringkali akan kehilangan konteksnya dalam organisasi. Kemudian muncullah framework–framework dengan pendekatan yang ketiga yaitu selain yang berfokus kepada keselarasan strategis organisasi, framework ini juga melengkapi perspektifnya menjadi lebih komprehensif, tidak hanya melihat dari perspektif finansial atau proses saja. Sebutlah framework-framework dalam kelompok ini seperti Balanced Scorecard, Performance Prism, dan sebagainya.
Jadi kalau dilihat dari sejarah perkembangannya, sepertinya framework demi framework tercipta untuk menyempurnakan pendekatan yang digunakan framework-framework sebelumnya. Tapi apakah itu berarti, framework yang datang kemudian itu pasti lebih baik dibandingkan framework yang mendahuluinya?
Menurut saya, Tidak. Menurut saya, masing-masing framework tersebut memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Menurut saya kata kuncinya adalah harmonisasi.
Saya selalu tertarik dengan ide-ide harmonisasi. Sehingga saya mencoba melakukan analisis framework-framework yang ada tersebut untuk coba diharmonisasikan menjadi sebuah framework baru yang komplementer, yang saling melengkapi. Cara ini menurut saya juga dapat menjawab kebingungan sementara kalangan mengenai lautan framework Sistem Manajemen Kinerja yang tersedia di pasaran.
Namun, bagaimana caranya dan bagaimana pula hasilnya? Insya Allah saya akan lanjutkan dalam tulisan-tulisan berikutnya. Semoga bermanfaat.[msi/wakool.id]