Kemanan Siber
Technology

Risiko Negatif dan Tantangan Komputasi Pervasif: Ancaman Keamanan Siber

Komputasi pervasif meningkatkan konektivitas dan integrasi sistem, memperluas kapabilitas tetapi juga membuka pintu bagi risiko keamanan siber yang serius. Dengan menggunakan panduan dari ISO/IEC 27032:2023 “Cybersecurity – Guidelines for Internet security” dan ISO/IEC TR 24028:2020 “Information technology – Artificial intelligence – 10 Overview of trustworthiness in artificial intelligence”, kita dapat memahami dan mengatasi risiko ini dengan lebih efektif. Pada titik ini, penggunaan ISO/IEC 15408-5:2022, yang fokus pada paket keamanan yang telah ditentukan sebelumnya, memainkan peran krusial. Standar ini membantu menetapkan persyaratan keamanan yang dapat diterapkan secara langsung untuk melindungi komputasi pervasif dari ancaman yang muncul. Dengan mendefinisikan komponen keamanan yang jelas, kita dapat memastikan bahwa setiap elemen sistem kita dibangun dengan mempertimbangkan keamanan dari awal.

Selanjutnya, ISO/IEC 18045:2022, yang mendeskripsikan metodologi untuk evaluasi keamanan IT, memperkuat narasi ini dengan menyediakan pedoman tentang cara mengidentifikasi dan mengurangi risiko secara sistematis. Metodologi ini memastikan bahwa semua aspek

keamanan dianalisis dan dikendalikan dengan standar yang ketat, memungkinkan kita untuk merespons secara proaktif terhadap ancaman yang berkembang. Referensi ISO/IEC TR 20004:2015 untuk menyempurnakan analisis kerentanan perangkat lunak di bawah ISO/IEC 15408 dan ISO/IEC 18045 meningkatkan lagi pembahasan ini dengan menyediakan wawasan

tentang bagaimana memperbaiki kelemahan dalam perangkat lunak yang digunakan. Dengan menerapkan rekomendasi dari standar ini, kita dapat lebih mengurangi peluang penyerang mengeksploitasi celah keamanan dalam sistem kita.

Titik Akses dan Potensi Ancaman

Setiap perangkat terhubung dapat menjadi pintu masuk bagi serangan, menciptakan risiko yang signifikan terhadap privasi dan keamanan data.
Contoh Lain tentang Risiko Negatif:

  1. Pembajakan Perangkat: Perangkat IoT yang tidak aman dapat dengan mudah dibajak dan digunakan dalam botnet untuk melancarkan serangan DDoS terhadap infrastruktur kritis.
  2. Kelemahan Kode: Kelemahan dalam kode sumber perangkat lunak dapat dieksploitasi oleh penyerang untuk mengakses informasi sensitif atau mengambil alih sistem yang terkontrol.
  3. Man-in-the-Middle Attacks: Serangan ini dapat terjadi saat data ditransmisikan dari satu perangkat ke perangkat lain, memungkinkan penyerang untuk mencuri atau memanipulasi data yang ditransmisikan.
  4. Kelemahan dalam Autentikasi: Kurangnya protokol autentikasi yang kuat memungkinkan penyerang untuk mengakses jaringan dan data tanpa perlu validasi yang memadai.
  5. Risiko Terkait Perangkat Lunak Pihak Ketiga: Integrasi API atau perangkat lunak pihak ketiga yang tidak aman dapat menyebabkan kerentanan di seluruh sistem.
  6. Social Engineering: Manipulasi psikologis pengguna untuk melakukan kesalahan, seperti memberikan akses tidak sah atau informasi sensitif.
  7. Serangan Fisik: Akses fisik yang tidak sah ke perangkat dapat memungkinkan penyerang untuk memanipulasi, mengganti, atau mencuri perangkat.
  8. Kesalahan Konfigurasi: Konfigurasi yang salah dalam pengaturan keamanan dapat meninggalkan sistem rentan terhadap eksploitasi.
  9. Ketidak cukupan Pembaruan Keamanan: Kegagalan dalam memperbarui perangkat secara teratur dapat menyisakan kelemahan yang dapat dieksploitasi oleh perangkat lunak
    berbahaya.
  10. Data Leakage: Kesalahan dalam manajemen data dapat menyebabkan kebocoran data yang tidak disengaja, terutama melalui perangkat yang hilang atau dicuri.

Regulasi dan Kebijakan Keamanan

Menghadapi risiko ini memerlukan regulasi yang kuat dan kebijakan keamanan yang ketat, serta kerangka kerja hukum yang solid seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang “Perlindungan Data
Pribadi” di Indonesia, yang mengatur perlindungan data pribadi dan membantu memperkuat keamanan.

Baca juga artikel : UU PDP: Pentingnya Persiapan Organisasi Menjelang 17 Oktober 2024

Kesadaran dan Kesiapan

Meningkatkan kesadaran dan kesiapan dalam menghadapi risiko ini adalah kunci, dengan pendidikan dan pelatihan terus-menerus terkait keamanan siber menjadi vital untuk profesional TI dan pengguna umum.
Melalui penerapan standar ISO dan regulasi lokal, kita dapat meminimalkan risiko yang ditimbulkan oleh komputasi pervasif dan memastikan bahwa teknologi memberikan manfaat maksimal dengan risiko minimal. Kerja sama antara pemerintah, industri, dan masyarakat sipil sangat penting untuk mengatasi tantangan ini secara efektif. Pendekatan ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif tentang risiko yang terkait dengan komputasi pervasif dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengatasi risiko tersebut, memastikan bahwa infrastruktur teknologi kita tidak hanya canggih tetapi juga aman.

Strategi dan Solusi

Dalam menghadapi tantangan keamanan yang kompleks di era komputasi pervasif dan IoT, kita memerlukan strategi yang komprehensif dan berlapis untuk melindungi infrastruktur dan data kita. Penerapan standar keamanan internasional, khususnya seri ISO/IEC 15408, memainkan peran penting dalam strategi ini, khususnya dalam mengatur kerangka kerja keamanan yang mencakup berbagai lapisan keamanan.

  1. Pengembangan Standar Global yang Lebih Inklusif: Meningkatkan partisipasi dalam komite-komite ISO untuk mempengaruhi pengembangan standar yang mempertimbangkan kebutuhan unik dari negara berkembang dalam penggunaan AI dan IoT.
  2. Kerangka Kerja Keamanan Berlapis: Menerapkan sistem keamanan yang berlapis, termasuk fisik, jaringan, dan aplikasi, menggunakan panduan dari ISO/IEC 15408-5:2022 “Information security,
    cybersecurity and privacy protection – Evaluation criteria for IT security Part 5: Pre-defined packages of security requirements”, yang menyediakan paket keamanan yang telah ditentukan sebelumnya,
    membantu membangun pertahanan yang komprehensif terhadap ancaman siber.
  3. Manajemen Risiko AI dengan ISO/IEC TR 24030:2020: Mengintegrasikan prinsip-prinsip manajemen risiko AI dari ISO/IEC TR 24030:2020 “Information technology – Artificial Intelligence (AI) -Management of AI risk,”, untuk memastikan bahwa semua aplikasi AI yang digunakan dalam infrastruktur kita dikelola dengan pendekatan yang meminimalkan risiko keamanan dan meningkatkan keandalan. Ini termasuk evaluasi risiko yang sistematis dan pengembangan langkah-langkah mitigasi yang tepat.
  4. Audit dan Sertifikasi Reguler: Melakukan audit keamanan secara rutin dan memastikan semua sistem memenuhi standar keamanan ISO/IEC yang relevan, seperti ISO/IEC 27001:2022 “Information security, cybersecurity and privacy protection – Information security management systems – Requirements” untuk manajemen keamanan informasi.
  5. Enkripsi Data End-to-End: Menerapkan enkripsi data end-to-end untuk memastikan bahwa data yang dikirim melalui jaringan komunikasi tidak dapat diakses atau dimanipulasi oleh pihak tidak
    berwenang.
  6. Autentikasi Multi-Faktor: Mengimplementasikan autentikasi multifaktor di semua titik akses untuk mengurangi risiko akses tidak sah ke sistem dan data.
  7. Pendidikan Keamanan Siber untuk Semua Pengguna: Melaksanakan program pendidikan keamanan siber yang komprehensif untuk meningkatkan kesadaran dan kesiapan semua pengguna, dari manajemen puncak hingga pengguna akhir.
  8. Respon Insiden dan Rencana Pemulihan: Membangun kapabilitas respon insiden yang kuat dan rencana pemulihan dari serangan siber untuk meminimalisir dampak dari pelanggaran keamanan.
  9. Penggunaan Teknologi AI dalam Keamanan Siber: Memanfaatkan AI untuk deteksi ancaman lanjutan dan respons otomatis terhadap insiden keamanan, memastikan bahwa respons terhadap ancaman
    cepat dan efisien.
  10. Integrasi Keamanan dalam Pengembangan Produk: Memasukkan keamanan sebagai bagian dari proses pengembangan produk dari awal, menggunakan pendekatan ‘security by design’.
  11. Kerjasama Internasional dalam Penanganan Kejahatan Siber: Memperkuat kerjasama internasional dalam berbagai intelijen ancaman dan praktik terbaik, serta koordinasi dalam menangani kejahatan siber lintas negara.

Dengan menerapkan strategi ini, kita tidak hanya memperkuat keamanan siber tetapi juga mendukung inovasi berkelanjutan dengan memastikan bahwa infrastruktur teknologi kita aman, tangguh, dan mampu menghadapi tantangan masa depan. Dengan begitu, kita dapat menjamin bahwa penggunaan teknologi memberikan manfaat maksimal dengan risiko minimal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
Hello
Can we help you?